Orang ramai bicara tentang kiamat, saat kehancuran bumi yang kemudian diikuti dengan dibangkitkannya manusia kembali. Kini semakin ramai diperbincangkan kembali. Bukan masalah ada atau tidaknya kiamat, karena hampir semua orang percaya adanya kiamat. Yang sedang hangat didiskusikan adalah kapan kiamat itu tiba.

Alam dunia adalah salah satu fase kehidupan yang dilalui oleh manusia, suatu saat nanti dunia ini akan berakhir dan manusia berpindah kepada fase kehidupan berikutnya yaitu alam akhirat. Akhir kehidupan dunia inilah yang disebut kiamat.

Sesungguhnya setiap makhluk hidup —apakah itu manusia, hewan, atau tumbuh-tumbuhan— memiliki tanda-tanda dari akhir kesudahan hidupnya di dunia. Tanda-tanda dekatnya kematian manusia adalah rambut beruban, tua, sakit, atau lemah. Begitu juga halnya dengan hewan, hampir sama dengan manusia. Sementara tumbuhan warna menguning, kering, jatuh, lalu hancur. Demikian juga alam semesta, memiliki tanda-tanda akhir masanya seperti kehancuran dan kerusakan.

Kiamat disebut juga dengan Sa’ah. Sa’ah asalnya adalah sebagian malam atau siang. Dikatakan juga bahwa sa’ah segala sesuatu berarti waktunya hilang dan habis. Dari makna ini, sa’ah atau kiamat mengandung dua macam, yaitu:

Sa’ah khusus bagi setiap makhluk, seperti tanaman, binatang dan manusia ketika mati; dan bagi sebuah umat jika datang ajalnya. Itu semua dikatakan telah datang saatnya.

Sa’ah umum bagi dunia secara keseluruhan ketika ditiup sangkakala, maka hancurlah segala yang di langit dan di bumi.

Bagaimana dengan kiamat yang sebenarnya? Tentu saja lebih dahsyat, lebih besar, dan lebih mengerikan. Al-Quran banyak menyebutkan tentang kejadian di hari kiamat. Tanpa keraguan sedikit pun, kaum muslimin meyakini bahwa kiamat memang akan tiba. Kepastian terjadinya ditetapkan oleh dalil-dalil al-Quran dalam jumlah yang banyak.

Di antara dalil-dalil tersebut adalah:

“Dan sesungguhnya Sa’ah (Hari Kiamat) Itu pastilah datang, tak ada keraguan padanya; dan bahwasanya Allah membangkitkan semua orang di dalam kubur.” (Al-Hajj: 7).

“Sesungguhnya Hari Kiamat pasti akan datang, tidak ada keraguan tentangnya, akan tetapi kebanyakan manusia tiada beriman.” (Ghafir: 59).

KEDATANGANNYA DIDAHULUI DENGAN TANDA

Terjadinya kiamat adalah hal yang ghaib. Hanya Allah yang tahu. Tidak satu pun makhluk-Nya mengetahui kapan kiamat, baik para nabi maupun malaikat.

Allah Subhanahu wa Ta’ala berfirman,

“Sesungguhnya Allah, hanya pada sisi-Nya sajalah pengetahuan tentang Hari Kiamat.” (Luqman:34)

Karena itulah, ketika ditanya tentang hal ini, Rasulullah shallallahu alaihi wa sallam mengembalikannya kepada Allah Subhanahu wa Ta’ala,

“Kepada-Nya lah dikembalikan pengetahuan tentang hari kiamat.” (Fushilat:47)

Allah merahasiakan terjadinya hari kiamat, dan menerangkan bahwa kiamat akan datang secara tiba-tiba.

“Mereka menanyakan kepadamu tentang kiamat: ‘Bilakah terjadinya?’ Katakanlah: ‘Sesungguhnya pengetahuan tentang kiamat itu adalah pada sisi Tuhanku; tidak seorang pun yang dapat menjelaskan waktu kedatangannya selain Dia. Kiamat itu amat berat (huru-haranya bagi makhluk) yang di langit dan di bumi. Kiamat itu tidak akan datang kepadamu melainkan dengan tiba-tiba.’ Mereka bertanya kepadamu seakan-akan kamu benar-benar mengetahuinya. Katakanlah: ‘Sesungguhnya pengetahuan tentang hari kiamat itu adalah di sisi Allah, tetapi kebanyakan manusia tidak mengetahui’” (Al-A’raf: 187)

Ibnu Katsir berkata, “Firman Allah, ‘Katakanlah: ‘Sesungguhnya pengetahuan tentang kiamat itu adalah pada sisi Tuhanku; tidak seorangpun yang dapat menjelaskan waktu kedatangannya selain Dia’ adalah perintah Allah Subhanahu wa Ta’ala kepada nabi-Nya Shallallahu Alaihi wa Sallam, apabila beliau ditanya tentang waktu terjadinya kiamat, hendaklah mengembalikan pengetahuan tentang itu kepada Allah Subhanahu wa Ta’ala. Sesungguhnya Dialah yang menjelaskan waktu kedatangannya atau mengetahui kejelasan
perkara itu dan kapan kepastian waktunya.’ (Tafsir Ibnu Katsir juz III hal. 518)

Meskipun tidak diketahui, kiamat sebenarnya sudah dekat waktu kedatangannya. Allah nyatakan di dalam al-Quran,

“Manusia bertanya kepadamu tentang Hari Berbangkit. Katakanlah, ‘Sesungguhnya pengetahuan tentang Hari Berbangkit itu hanya di sisi Allah.’ Dan tahukah kamu (hai Muhammad), boleh jadi Hari Berbangkit itu sudah dekat waktunya.” (Al-Ahzab:63)

“Telah dekat datangnya sa’ah itu dan telah terbelah bulan.” (Al-Qamar: 1).

Nabi Shallalahu Alaihi wa Sallam, di antaranya, pernah bersabda menyatakan betapa dekatnya waktu datangnya hari kiamat,

“Aku diutus, sedangkan aku dan Hari Kiamat adalah seperti ini,’ beliau menyandingkan antara jari tengah dan jari telunjuk.” (Syu’abul Iman juz VII hal 259/260 no. 10235, menurut penulisnya hadits ini dikeluarkan oleh Bukhari dari hadits Abu Hushain).

Dalam Shahih al-Bukhari dan Muslim ketika Jibril datang kepada Nabi Shallallahu Alaihi wa Sallam bertanya tentang kapan Kiamat, Nabi Shallallahu Alaihi wa Sallam menjawab,

“Yang ditanya tentang Hari Kiamat tidak lebih mengetahui dari yang bertanya.” (Shahih al-Bukhari no. 48 dan Muslim no. 9)

Namun demikian, sesungguhnya Allah dengan rahmat-Nya telah menjadikan kiamat memiliki alamat yang menunjukkan ke arah itu dan tanda-tanda yang mengantarkannya.

“Maka tidaklah yang mereka tunggu-tunggu melainkan hari kiamat (yaitu) kedatangannya kepada mereka dengan tiba-tiba, karena sesungguhnya telah datang tanda-tanda-nya. Maka apakah faedahnya bagi mereka kesadaran mereka itu apabila hari kiamat sudah datang?” (Muhammad: 18)

“Yang mereka nanti-nanti tidak lain hanyalah kedatangan malaikat kepada mereka (untuk mencabut nyawa mereka), atau kedatangan Tuhanmu atau kedatangan sebagian tanda-tanda Tuhanmu. Pada hari datangnya sebagian tanda-tanda Tuhanmu tidaklah bermanfaat lagi iman seseorang bagi dirinya sendiri yang belum beriman sebelum itu, atau dia (belum) mengusahakan kebaikan dalam masa imannya. Katakanlah: ‘Tunggulah olehmu sesungguhnya kami pun menunggu (pula) (Al-An’am: 158)

Tanda-tanda kiamat adalah alamat kiamat yang menunjukkan akan terjadinya kiamat tersebut. Tanda-tanda kiamat ada dua: tanda-tanda kiamat besar dan tanda-tanda kiamat kecil.

Tanda kiamat kecil adalah tanda yang datang sebelum kiamat dengan waktu yang relatif lama, dan kejadiannya biasa, seperti dicabutnya ilmu, dominannya kebodohan, minum khamr, berlomba-lomba dalam membangun, dan lain-lain. Terkadang sebagiannya muncul menyertai tanda kiamat besar atau bahkan sesudahnya.

Tanda kiamat besar adalah perkara yang besar yang muncul mendekati kiamat yang kemunculannya tidak biasa terjadi, seperti muncul Dajjal, Nabi Isa, datangnya Ya’juj dan Ma’juj, terbit matahari dari Barat, dan lain-lain.

Para ulama berbeda pendapat tentang permulaan yang muncul dari tanda kiamat besar. Tetapi Ibnu Hajar berkata, “Yang kuat dari sejumlah berita tanda-tanda kiamat, bahwa keluarnya Dajjal adalah awal dari tanda-tanda kiamat besar, dengan terjadinya perubahan secara menyeluruh di muka bumi. Dan diakhiri dengan wafatnya Isa.”

Sedangkan terbitnya matahari dari barat adalah awal dari tanda-tanda kiamat besar yang mengakibatkan perubahan kondisi langit. Dan berakhir dengan terjadinya kiamat.” Ibnu Hajar melanjutkan, “Hikmah dari kejadian ini bahwa ketika terbit matahari dari barat, maka tertutuplah pintu taubat.” (Fathul Bari)

Jadi kalau kita perhatikan, sebagian tanda kiamat kecil di atas jelas sudah kita jumpai di zaman kita dewasa ini. Bahkan bila kita buka kitab para ulama yang menghimpun hadits-hadits mengenai tanda-tanda kecil Kiamat, lalu kita baca satu per satu hadits-hadits tersebut hampir pasti setiap satu hadits selesai kita baca kita akan segera bergumam di dalam hati: “Wah, yang ini sudah..!” Hal ini akan selalu terjadi setiap habis kita baca satu hadits. La haula wa la quwwata illabillah….

Jika tanda-tanda kecil Kiamat sudah hampir muncul seluruhnya berarti kondisi dunia dewasa ini berada di ambang menyambut kedatangan tanda-tanda besar Kiamat.

SIAPA BISA MERAMAL KIAMAT?

Banyak peramal meramaikan bursa dugaan datangnya kiamat. Isaac Newton dikabarkan meramalkan kiamat pada tahun 2060. Sebagian orang beranggapan, berdasarkan perhitungan kalander bangsa Maya. Kiamat, menurut anggapan mereka, terjadi pada tahun 2012, tepatnya 21 ‘Desember. Wow!

Bukan berarti anti kiamat, namun terlalu na’if membenarkan sebuah prediksi yang kesannya terlalu dipaksakan. Memang saat ini kita masuk kedalam zaman akhir, namun akhir zaman tetaplah sebuah misteri kepunyaan Allah. Tidak ada dalam satu agama manapun yang menyebutkan secara eksplisit kapan terjadinya kiamat dengan secara terbuka. Semua hanyalah bersifat tanda-tanda. Kiranya dengan begitu manusia menyadari bahwa setiap hari
bisa menjadi akhir untuk hidup mereka di dunia dan tidak ada seorangpun di dunia ini yang diberi sebuah wewenang untuk mengetahui kapan secara pasti hari kiamat akan terjadi. Yang terjadi saat ini adalah sebuah kesoktahuan manusia untuk berusaha memprediksi angka jadi kapan dunia ini akan berakhir.

Terkait dengan akhir penanggalan panjang suku Maya jelas itu hanya hitung-hitungan yang penuh dugaan. Tidak layak seorang muslim mempercayai ramalan semacam itu. Kalaulah benar tahun 5126 M yang bertepatan dengan tahun 2012 M adalah tahun berakhirnya penanggalan mereka yang diyakini pula dengan berakhirnya dunia maka bukanlah berarti bahwa dunia ini akan hancur (kiamat), dikarenakan menurut kosmologi suku Maya bahwa bumi diciptakan 5 kali dan dihancurkan 4 kali. Dengan demikian siklus kalender Maya boleh berakhir, namun siklus baru akan kembali berulang.

Bahkan sebagian ahli mengatakan,

‘Ramalan-ramalan itu benar-benar tidak ada dasarnya sama sekali, apalagi di kebudayaan Maya yang kita kenal,” kata Stephen Houston, profesor antropologi di Brown University, yang juga ahli tulisan hieroglif Maya. “Penggambaran bangsa Maya tidak pernah menyebut-nyebut hal ini.”katanya.

Bangsa Maya melihat bahwa tanggal tersebut adalah tanggal kalender mereka, tapi kemudian mengulang kalender mereka kembali tanpa adanya bencana sama sekali.

Sebagian meramal berdasar teori planet Nibiru, bantahan yang ada dari seorang ahli di NASA mengatakan “Kami saja sampai sekarang masih berdebat soal Pluto, tiba-tiba ada orang yang mengatakan adanya planet Nibiru. Dari mana ini? Lucu sekali, kami sampai sekarang belum bisa menemukan planet lain, sudah ada yang menemukan planet Nibiru pula,
tanpa ada konfirmasi dari mana berita itu muncul.”

Diriwayatkan dari Abdullah bin Umar bahwasanya Rasulullah Shallallahu Alaihi wa Sallam bersabda,

“Kunci-kunci ghaib itu lima, ‘Sesungguhnya hanya pada sisi-Nya sajalah pengetahuan tentang hari kiamat, dan Dia-lah yang menurunkan hujan, dan mengetahui apa yang ada didalam rahim. Dan tiada seorangpun yang dapat mengetahui (dengan pasti) apa yang akan diusahakannya besok, dan tiada yang seorangpun yang dapat mengetahui di bumi mana dia akan mati. Sesungguhnya Allah Maha Mengetahui lagi Maha Mengenal” (Shahih al-Bukharino.4261)

Al-Qurthubi menyebutkan pendapat Ibnu Abbas yang mengatakan bahwa kelima kunci ghaib tersebut tidaklah ada yang mengetahuinya kecuali Allah Subhanahu wa Ta’ala. Hal itu juga tidak diketahui oleh para malaikat, para Nabi yang diutus. Karena itu barang siapa yang beranggapan bahwa dirinya mengetahui sesuatu tentang itu semua, maka orang itu telah mengingkari al-Quran dikarenakan ia telah menyalahinya. (Al-Jami’ Li Ahkamil Quran juz XIV hal. 400)

Allah lah yang mengetahui kebenaran hakikinya, bahkan terhadap berbagai penafsiran tentang alam semesta ini, perkembangan alam maupun kehidupan yang seluruhnya merupakan teori-teori, seperti halnya teori ledakan besar, teori ini dan itu. Sebagaimana sebuah teori, tentu akan ada pula sebagian ilmuwan lainnya yang melakukan penyanggahan terhadapnya dengan berbagai teori lainnya dan begitulah selanjutnya. Adapun hakikat kebenarannya di dalam permasalahan ini tidaklah ada yang mengetahuinya kecuali Allah Azza wa Jalla, sebagaimana disebutkan didalam Al-Quran.

Lantas mengapa sebagian kita percaya dengan ramalan tersebut bahkan merasa harus menguatkan dengan uthak-athik dalil?

========
disalin dari Majalah Fatawa, Vol. V / No.11 Dzulhijjah 1430-November 2009, hal. 8-11
ShareThis

readmore »»

Keutamaan Berjabat Tangan Ketika Bertemu

Posted: 07 Dec 2009 07:24 PM PST

Dari al-Bara’ bin ‘Azib radhiyallahu ‘anhu, dia berkata, Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda,
مَا مِنْ مُسْلِمَيْنِ يَلْتَقِيَانِ فَيَتَصَافَحَانِ إِلاَّ غُفِرَ لَهُمَا قَبْلَ أَنْ يَفْتَرِقَا

“Tidaklah dua orang muslim saling bertemu kemudian berjabat tangan, kecuali akan diampuni (dosa-dosa) mereka berdua sebelum mereka berpisah.“[1]

Hadits yang mulia ini menunjukkan keutamaan berjabat tangan ketika bertemu, dan ini merupakan perkara yang dianjurkan berdasarkan kesepakatan para ulama[2], bahkan ini merupakan sunnah yang muakkad (sangat ditekankan)[3].

Faidah-Faidah Penting yang Terkandung Dalam Hadits:

1. Arti mushaafahah (berjabat tangan) dalam hadits ini adalah berjabat tangan dengan satu tangan, yaitu tangan kanan, dari kedua belah pihak[4]. Cara berjabat tangan seperti ini diterangkan dalam banyak hadits yang shahih, dan inilah arti “berjabat tangan” secara bahasa[5]. Adapun melakukan jabat tangan dengan dua tangan adalah cara yang menyelisihi sunnah Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam[6].
2. Berjabat tangan juga disunnahkan ketika berpisah, berdasarkan sebuah hadits yang dikuatkan oleh syaikh al-Albani[7]. Maka pendapat yang mengatakan bahwa berjabat tangan ketika berpisah tidak disyariatkan adalah pendapat yang tidak memiliki dalil/argumentasi. Meskipun jelas anjurannya tidak sekuat anjuran berjabat tangan ketika bertemu[8].
3. Berjabat tangan adalah ibadah yang disyari’atkan ketika bertemu dan berpisah, maka melakukannya di selain kedua waktu tersebut, misalnya setelah shalat lima waktu, adalah menyelisihi ajaran Nabi, bahkan sebagian ulama menghukuminya sebagai perbuatan bid’ah[9]. Di antara para ulama yang melarang perbuatan tersebut adalah al-’Izz bin ‘Abdussalam, Ibnu Hajar al-Haitami asy-Syafi’i, Quthbuddin bin ‘Ala-uddin al-Makki al-Hanafi, al-Laknawi dan lain-lain[10].
4. Adapun berjabat tangan setelah shalat bagi dua orang yang baru bertemu pada waktu itu (setelah shalat lima waktu, pen), maka ini dianjurkan, karena niat keduanya adalah berjabat tangan karena bertemu dan bukan karena shalat[11].
5. Mencium tangan seorang guru/ustadz ketika bertemu dengannya adalah diperbolehkan, berdasarkan beberapa hadits Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam dan perbuatan beberapa orang sahabat radhiyallahu ‘anhum. Akan tetapi kebolehan tersebut harus memenuhi beberapa syarat, yaitu:
(a) Tidak menjadikan hal itu sebagai kebiasaan, karena para sahabat radhiyallahu ‘anhum sendiri tidak sering melakukannya kepada Rasuluillah shallallahu ‘alaihi wa sallam, terlebih lagi jika hal itu dilakukan untuk tujuan mencari berkah dengan mencium tangan sang guru.
(b) Perbuatan itu tidak menjadikan sang guru menjadi sombong dan merasa dirinya besar di hadapan orang lain, seperti yang sering terjadi saat ini.
(c) Jangan sampai hal itu menjadikan kita meninggalkan sunnah yang lebih utama dan lebih dianjurkan ketika bertemu, yaitu berjabat tangan, sebagaimana keterangan di atas[12].

***

Penulis: Ustadz Abdullah bin Taslim al-Buthoni, M.A.
Artikel www.muslim.or.id
[1] HR Abu Dawud (no. 5212), at-Tirmidzi (no. 2727), Ibnu Majah (no. 3703) dan Ahmad (4/289), dinyatakan shahih oleh syaikh al-Albani dengan berbagai jalur dan pendukungnya dalam kitab Silasilatul Ahaaditsish Shahiihah (no. 525).
[2] Lihat Syarh Shahih Muslim (17/101) dan Fathul Baari (11/55).
[3] Lihat kitab Faidhul Qadiir (5/499).
[4] Lihat kitab Tuhfatul ahwadzi (7/429) dan ‘Aunul Ma’bud (14/80).
[5] Lihat kitab Lisanul ‘Arab (2/512).
[6] Lihat kitab Silasilatul Ahaaditsish Shahiihah (1/51-52).
[7] Dalam Silasilatul Ahaaditsish Shahiihah (1/48).
[8] Ibid (1/52-53).
[9] Seperti al-Fadhil ar-Ruumi, al-Laknawi dan syaikh al-Albani.
[10] Lihat nukilan ucapan mereka dalam kitab al-Qaulul Mubin fi Akhtha-il Mushallin (hal. 294-296).
[11] Lihat Silasilatul Ahaaditsish Shahiihah (1/53).
[12] Lihat Silasilatul Ahaaditsish Shahiihah (1/302).




readmore »»

Hidayah tidak selalu datang pada hati yang telah “siap”. Tidak jarang seorang yang telah tertarik dengan Islam, akan berusaha menjalankan segala yang diperintahkan oleh agama Islam. Namun, aku merupakan kasus lain, aku benar-benar ikhlas menerima Islam sebagai tuntunan hidup setelah kira-kira tujuh tahun.

Setelah bermimpi berada di masjid dan mengenakan mukena serta didoakan oleh seorang ustadz, saat i’tikaf untuk pertama kali dalam hidupku, aku semakin mantap untuk membaca dua kalimat syahadat, sebagai wujud keseriusan aku memilih Islam sebagai tuntunan hidup dan secara ikhlas bersumpah berusaha kuat menjalankan segala perintah-Nya. Di dalam keluarga, aku adalah anak pertama adari tiga bersaudara. Dari pihak ibu, Eyang putri dan Eyang kakung berasal dari Solo dan Sedayu. Sedangkan dari pihak Ayah, nenek adalah asli orang Makassar tepatnya Tanah Toraja. Eyang buyut dari pihak nenek, adalah salah satu pemangku adat dan pendeta di daerahnya.

Dulu aku adalah penganut Katholik yang taat. Aku menempuh pendidikan formal mulai TK-SMU di sekolah swasta yang notabene milik yayasan Katholik. Saya mengenyam pendidikan formal di TK Santo Yoseph, SMP Katholik Puteri (sekarang ganti nama menjadi SMP Katholik Santa Maria, dan SMUK Santo Augustinus).

Awal ketertarikanku dengan Islam hanya kerena dua kata – mesti inti dari semua ketertarikanku pada Islam adalah karena aku sendiri tidak memahami adanya “Doktrin Trinitas” dalam keyakinan lama yang aku anut – yaitu Iri dan Logis.

Di sini aku tegaskan, aku memaparkan penjelasan ini untuk mendiskreditkan ajaran-agama lain. Dalam hal ini aku berbicara karena kapasitasku hanyalah muallaf yang benar-benar tertarik pada Islam karena akhirnya saya benar-benar memilih Islam sebagai tuntunan hidupku.

Aku Iri dengan Islam

Pertama, dalam agamaku yang dulu dikenal dengan adanya dosa turunan. Dalam keyakinanku yang lama, setiap bayi yang dilahirkan ke bumi telah membawa dosa , hal tersebut dikarenakan dulu manusia petama, Nabi Adam, telah berbuat dosa yang mengakibatkannya diusir dari surga oleh Tuhan dan dosa itu ikut ditanggung oleh anak keturunannya sampai sekarang. Dulu timbul pertanyaan dalam diriku “Tidak adil sekali, orang nggak ikut berbuat dosa masa menanggung akibatnya? Bukankah Tuhan itu Maha Adil??.

Kedua, ada semacam statement “Jika masuk Islam maka akan mendapat pahala”. Waktu itu aku berpikir, “Wah asyik sekali, begitu masuk Islam aku mendapat pahala, mau sekali!”.

Ketika, ketika saya melihat acara ‘Ied di televisi, aku merasakan suatu yang -dalam bahasaku menakjubkan- berbeda. Waktu aku menganut keyakinan Katholik, aku belum pernah merasakan ketika bersembahyang aku menitikkan air mata. Pertanyaanku, mengapa mereka bisa meneteskan air mata seperti itu? Apa karena dosa-dosa mereka? Atau karena rindu bertemu Tuhannya? Atau hal lain? Untuk yang pertama, aku yakin semua manusia tidak pernah luput dari dosa. Tapi dulu aku merasa telah melaksanakan ajaran agama Katholik yang disebut dengan 10 Perintah Allah. Aku rajin ke Gereja, selalu patuh pada orang tua dan saudara-sudaraku yang lebih tua, rajin datang ke sekolah minggu, rajin ikut kegiatan sosial, rajin pergi ke Panti Wreda (Panji Jompo milik Yayasan Katholik, milik Yayasan Santo Yoseph, tempat dimana aku mengenyam pendidikan TK-SD). Jadi, waktu itu tidak ada alasan yang membuatku untuk menangis hanya karena dosa, karena aku merasa tidak pernah melakukan apa-apa yang dilarang oleh Tuhan. Jika karena alasan yang kedua, rindu apada Tuhannya. Bagaimana aku bisa menangis, aku saja belum tahu pasti siapa Tuhanku. Apakah Tuhanku itu Allah Bapa? atau Yesus? atau Roh Kudus? Aku memang benar-benar belum tahu pasti siapa Tuhanku.

Islam adalah Logis

Pertama, menurut pendapatku, Islam adalah satu-satunya agama yang secara jelas memberikan konsep ketuhanan. Setelah mengenal Islam, aku semakin tahu siapa tuhanku. Kedua, aku dulu memang belum pernah melihat seperti apa kitab suci teman saya yang beragama Hindu dan Budha tapi saya membandingkan kitab suci keyakinan saya dulu dengan kitab suci umat Islam, Al-Qur’an.

“Mengapa kitab suci umat Islam dimanapun berada, dari dulu sampai sekarang tetap menggunakan Bahsa Arab, beda sekali dengan punyaku, jangankan lain negara, untuk satu kota saja sudah berbeda bahasa, bukankah hal tersebut justru rawan untuk diselewengkan oleh pihak-pihak yang tidak bertanggung jawab?”.

Saat berproses dalam bangku kuliah, saya menemukan teman-teman yang menyenangkan. Di hadapan mereka, aku mengaku beragama Islam (padahal dalam kenyataan saya memang belum bisa memutuskan apakah aku tetap menganut keyakinanku yang lama atau pindah ke Islam). Saat mengikuti kajian tentang keislaman atau mengaji bersama aku terpaksa memakai jilbab hanya karena merasa sungkan, malu, karena mereka semua memakai jilbab.

Saat mulai kuliah, aku memutuskan untuk tidak pernah kembali pada keyakinan saya yang lama, dan akan mengikuti tata cara peribadatan yang dilakukan oleh umat Islam. Semua ini aku lakukan hanya karena aku tidak ingin dikatakan sebagai orang yang tidak beragama. Aku shalat bukan karena Allah ta’ala, tapi karena manusia, Aku melaksanakan shalat hanya sekadar aktifitas yang memang diwajibkan, kalau mood shalat kalau tidak mood ya tidak.

Setelah menyelesaikan kuliah, aku mengikuti kursus Bahasa Inggris di salah satu daerah di kotaku. Setiap kursusan yang ada mewajibkan setiap muslimah untuk memakai jilbab, dan inilah yang membuatku berat, “Waduh.. pakai jilbab nih, mana mungkin!!”, inilah yang terlintas dalam benakku. Akhirnya aku terpaksa memakai jilbab daripada nggak boleh ikut kursus. Aku memakai jilbab hanya waktu kursus, ketika beraktifitas di luar kursus aku lepas jilbabku.

Hidayah Allah Ta’ala mulai menyentuh diriku setelah aku selesai mengikuti kursus Bahsa Inggris di kotaku. Saat itu tanggal 13 September 2006, pukul 12.15 WIB aku dihubungi seseorang yang mengatakan bahwa aku diterima sebagai guru Bahasa Inggris di salah satu English Course, senang sekali aku saat itu. Malam harinya aku berdoa dan tidak lupa bersyukur atas karunia-Nya. Saat tidur aku bermimpi aku brada dalam masjid, mengenakan mukena, dan dihadapanku ada (mungkin) imam masjid engan pakaian putih yang sedang mendoakan saya. Ketika bangun di pagi harinya aku terkejut, jujur seumur hidup aku baru bermimpi masjid dan mengenakan mukena. Aku baru teringat bahwa dua bulan yang lalu pernah membaca buku masalah i’tikaf. Aku mencoba menganalisa mimpiku,

“Oh mungkin mimpi saya waktu itu artinya aku sedang beri’tikaf, tapi kok ada seorang imam masjid yang mendo’akanku?”

Akhirnya, aku putuskan untuk menolak lamaran sebagai guru Bahasa Inggris tersebut – saat itu aku berpikir, jika aku terima tawarkan tersebut, di sepuluh hari terakhir bulan Ramadhan ku pasti tidak bisa pergi ke Surabaya untuk i’tikaf bersama saudaraku. Memang, saat itu hatiku sudah mantap untuk i’tikaf, kerinduanku untuk segera berada dalam masjid seolah-olah begitu membuncah.

Akhirnya, hari yang aku tunggu datang juga. Aku bersama Saudara i’tikaf di Masjid daerah Gayungsari. Saya merasakan kenikmatan yang luar biasa, aku merasa dekat dengan Rabbku. Tepat di malam ke 27 aku bermimpi lagi seperti mimpi saya pada tanggal 13 September kemaren.

Setelah kejadian tersebut hati aku merasa mantap untuk mengucap dua kalimat syahadat dengan penuh keikhlasan, aku bersumpah akan menjalankan segala perintah-Nya dan menjauhi larangan-Nya. Dengan berjalannya waktu, aku mencoba menghubungi teman, dan mengutarakan niatku. Aku sangat senang ternyata temanku mau membantuku dan mencarikan kau seorang ustadz. Tetap tanggal 17 Desember 2006 pukul 07.15 bertempat di Masjid Baiturrahman, Kediri, seorang imam masjid, ustadz, dan hakim Pengadilan Agama di kotaku, Ustadz Abdurrahman membimbingku untuk membaca dua kalimat Syahadat dan mendoakan saya yang diamini oleh puluhan jama’ah yang berada dalam masjid tersebut.

Aku tidak bisa menahan air mataku yang terus meleleh , aku tidak peduli dengan keadaanku saat itu. Aku merasa sangat bersyukur atas karunia-Nya, ternyata aku bisa menahan hatiku untuk kembali pada keyakinanku dan mantap untuk mengucap dua kalimat syahadat di hadapan ustadz dan puluhan jama’ah sebagai wujud keseriusanku menerima Islam sebagai tuntunan hidupku. Sampai tulisan ini aku buat, ibu dan adikku masih menganut Katholik, namun aku tidak berhenti berdoa agar mereka mendapatkan hidayah sepertiku. (ESI).

Ditulis ulang dari majalah Elfata, edisi 11 Volume 07 tahun 2007, Kolom: Kisah Kamu.



readmore »»

Allah Ta’ala berfirman:

يَاأَيُّهَا النَّبِيُّ قُلْ لِأَزْوَاجِكَ وَبَنَاتِكَ وَنِسَاءِ الْمُؤْمِنِينَ يُدْنِينَ عَلَيْهِنَّ مِنْ جَلَابِيبِهِنَّ ذَلِكَ أَدْنَى أَنْ يُعْرَفْنَ فَلَا يُؤْذَيْنَ وَكَانَ اللَّهُ غَفُورًا رَحِيمًا

Hai Nabi, katakanlah kepada isteri-isterimu, anak-anak perempuanmu dan isteri-isteri orang mukmin: “Hendaklah mereka mengulurkan jilbabnya ke seluruh tubuh mereka”. Yang demikian itu supaya mereka lebih mudah untuk dikenal, karena itu mereka tidak di ganggu. Dan Allah adalah Maha Pengampun lagi Maha Penyayang.” (Al-Ahzab:59)

Wahai ukhti muslimah,… ayat ini ternyata dijadikan dalil oleh suatu kaum untuk menyanggah bahwa jilbab hanya dipakai dalam kondisi diganggu, kalau tidak ada gangguan sah-sah saja membuka jilbab,..banyak saudari kita yang ilmunya masih minim termakan syubhat ini. Lalu apakah memang benar demikian?

Percakapan inilah yang pernah penulis dengar:

“Aman-aman saja kok, keluar tanpa jilbab, ga ada yang ganggu kita tuh! Buktinya justru yang pake jilbab dikomentari macem-macem,… Lagian liat dong ada ayatnya kenapa harus pake jilbab yaitu agar tidak diganggu,…iya kan? Nah kondisi nya waktu ayat itu turun ga aman, sekarang sudah aman, ga ada yang ganggu wanita muslimah keluar tanpa jilbab,..jadi sebabnya udah hilang dengan kata lain jadinya jilbab tu ga wajib gitu…..”

Waduh, bisa dibayangkan apa yang akan terjadi kalau syubhat ini di diamkan begitu saja.Keraguan semakin bertambah dan ujung-ujungnya ‘ogah’ pake jilbab. Lalu mencemoh muslimah lain yang pake jilbab.

Wahai ukhti muslimah,… syubhat tersebut sangat lemah bahkan lebih lemah dari sarang laba-laba. Cobalah tengok apa benar kenyataannya bahwa wanita yang tidak berjilbab tidak diganggu?Justru malah sebaliknya. Tengoklah berapa banyak kasus pemerkosaan terjadi karena wanita yang mengumbar auratnya. Di USA negara yang serba bebas ini mendapat laporan dari kantor polisi bahwa setiap 5 hingga 6 menit wanita USA diperkosa.1

Sangat menyedihkan fakta yang tidak bisa ditutupi. Dengan demikian benarlah firman-Nya bahwa Allah telah menjelaskan hikmah dari perintah mengulurkan jilbabnya adalah bahwa wanita yang diselimuti jilbab, maka dapatlah dimengerti bahwa dia itu seorang wanita yang bersih, terjaga dan berperilaku baik. Sehingga orang-orang fasik tidak berani mengganggu dan menyakitinya. Berbeda dengan seorang wanita yang keluar dari rumah dengan membuka auratnya, tentu yang demikian ini akan menjadi incaran orang-orang fasik serta akan digoda oleh mereka, seperti yang dapat di saksikan di setiap tempat dan masa. Oleh karena itu, Allah memerintahkan seluruh wanita mukminat agar mengenakan jilbab untuk menjaga hal-hal yang tidak diinginkan.2

Kemudian marilah kita lihat dengan seksama ayat diatas (surat Al-Ahzab ayat 33) adalah perintah Allah kepada wanita muslimah untuk memakai jilbab. Adapun supaya bisa lebih dikenal dan tidak diganggu bukanlah alasan untuk memakai jilbab,akan tetapi itu adalah dampak atau akibat positif bagi yang berjilbab. Bahwa orang yang berjilbab, disebabkan ia berjilbab dia lebih dikenal dan mudah dibedakan antara wanita muslimah dengan wanita non muslimah. Karena dengan berjilbab dia lebih terhindar dari gangguan orang yang nakal.Seperti orang sholat, kaum muslimin diperintahkan untuk sholat, Allah berfirman :

وَأَقِمِ الصَّلَاةَ لِذِكْرِي

“tegakkanlah(dirikanlah) shalat untuk mengingatku,” (Thaha :14)

Apakah orang yang sudah ingat Allah dia sudah sholat?Tentu tidak! Begitu pula sama dengan orang yang mengatakan : makan untuk kenyang, apakah orang yang merasa kenyang walaupun dia tidak makan dikatakan sebagai orang yang telah makan? Tentu tidak demikian. Orang yang shalat,tapi dia tidak mengingat Allah dalam shalatnya berarti dia belum shalat.Begitu juga dengan jilbab,orang yang berjilbab dia memakai jilbab agar tidak diganggu, bukan berarti orang yang tidak diganggu tidak perlu berjilbab.Bukankah bunyi surat Al-ahzab ayat 33 ini hampir sama pengertiannya dengan firman Allah tentang seorang budak yang tidak ingin melacur karena menginginkan kesucian Kemudian Allah berfirman:

وَلَا تُكْرِهُوا فَتَيَاتِكُمْ عَلَى الْبِغَاءِ إِنْ أَرَدْنَ تَحَصُّنًا لِتَبْتَغُوا عَرَضَ الْحَيَاةِ الدُّنْيَا

“ Janganlah kamu paksa budak-budak wanitamu untuk melakukan pelacuran, sedang mereka sendiri mengingini kesucian, karena kamu hendak mencari keuntungan duniawi” (An-Nuur :33)

Apakah boleh kita menyuruh budak perempuan kita untuk melacur apabila mereka menginginkannya?! Jawabannya adalah : tentu tidak!!

Selain itu perintah Allah pada wanita muslimah untuk berjilbab terdapat pula pada surat An-Nuur ayat 31:



وَلْيَضْرِبْنَ بِخُمُرِهِنَّ عَلَى جُيُوبِهِنَّ

“Dan hendaklah mereka menutupkan kain kudung kedadanya”

Simaklah perkataan Aisyah radiyallahu anha mengenai ayat ini :

“Semoga Allah merahmati kepada wanita-wanita Muhajirin yang pertama, yang tatkala Allah Ta’ala menurunkan firman-Nya: ”Dan hendaklah mereka menutupkan kain kudung kedadanya” mereka lantas merobek kain tak berjahit yang mereka kenakan itu, lalu mereka berkerudung dengannya. (Dalam riwayat lain disebutkan:) Lalu mereka pun merobek sarung-sarung mereka dari pinggir, kemudian berkerudung dengannya”3

Akan dikemanakan kah surat An-Nuur ayat 31, juga hadits diatas? Selain itu ada hadits yang sangat kuat yang menjelaskan wajibnya kaum muslimah keluar mengenakan jilbab yang di bawakan oleh Ummu Athiyah radiyallahu anha beliau berkata:

“Rasulullah memerintahkan kami agar keluar pada hari ‘ledul Fithri maupun ‘ledul Adha; baik para gadis yang menginjak akil baligh, wanita-wanita yang sedang haid maupun wanita-wanita pingitan. Wanita-wanita yang haid tetap meninggalkan shalat, namun mereka dapat menyaksikan kebaikan (mendengarkan nasehat) dan dakwah kaum muslimin. Aku bertanya : Ya Rasulullah, salah seorang dari kami ada yang tidak memiliki jilbab? Beliau menjawab : Kalau begitu hendaklah saudarinya meminjamkan jilbabnya (agar ia keluar dengan ber jilbab)!” (HR. Bukhari dan Muslim).4

Hadits ini merupakan dalil yang tak terbantahkan, dapat difahami dengan sejelas-jelasnya sabda beliau dan tak bisa di utak-atik maknanya oleh orang-orang yang senang mengekor hawa nafsu.

Wahai ukhti muslimah,…tanpa memakai jilbab saja manusia tak akan hentinya berkomentar dan mengkritik apa yang kita lakukan karena memang demikianlah tabiat manusia tidak ada puasnya. Apalagi kita yang berusaha untuk taat menjalankan perintah Allah dan Rasul-Nya tentu lebih berat lagi ujiannya.Hanya perlu kita camkan dan garis bawahi adalah semakin kita mengikuti kebanyakan orang semakin menyesatkan kita dari jalan yang di ridhai-Nya sebagaimana firman-Nya:

وَإِنْ تُطِعْ أَكْثَرَ مَنْ فِي الْأَرْضِ يُضِلُّوكَ عَنْ سَبِيلِ اللَّهِ إِنْ يَتَّبِعُونَ إِلَّا الظَّنَّ وَإِنْ هُمْ إِلَّا يَخْرُصُونَ

“Dan jika kamu menuruti kebanyakan orang-orang yang di muka bumi ini, niscaya mereka akan menyesatkanmu dari jalan Allah. Mereka tidak lain hanyalah mengikuti persangkaan belaka, dan mereka tidak lain hanyalah berdusta (terhadap Allah)” (Al-An’aam :116)

Cukuplah sudah kita berlepas diri dari pendapat ‘kebanyakan orang’ tak ada yang kita dapati melainkan syubhat-syubhat yang justru melemahkan keimanan kita.Dan tak ada jawaban yang patut di keluarkan dari lisan-lisan kaum muslimin dan muslimah terhadap perintah Allah dan Rasul-Nya melainkan kami dengar dan kami ta’at (Sami’na wa atha’na) karena dari jawaban inilah kunci kesuksesan di dunia dan akhirat sebagaimana firman-Nya:

إِنَّمَا كَانَ قَوْلَ الْمُؤْمِنِينَ إِذَا دُعُوا إِلَى اللَّهِ وَرَسُولِهِ لِيَحْكُمَ بَيْنَهُمْ أَنْ يَقُولُوا سَمِعْنَا وَأَطَعْنَا وَأُولَئِكَ هُمُ الْمُفْلِحُونَ

Sesungguhnya jawaban oran-orang mu’min, bila mereka dipanggil kepada Allah dan rasul-Nya agar rasul menghukum (mengadili) di antara mereka ialah ucapan. “Kami mendengar, dan kami patuh”. Dan mereka itulah orang-orang yang beruntung. (AN-Nuur :51). Wallahu ‘alam.

Artikel ini telah di muraja’ah (di cek) oleh ustadz Muhammad Elvy Syam Lc.
Catatan kaki:

1. Penulis dengar dari ABC radio Australia [↩]
2. Jilbab Wanita Muslimah hal: 98 [↩]
3. HR. Bukhari 2/182 dan 8/397, Abu Daud, Hakim 4/194 lihat takrij hadits ini secara lengkap di “Jilbab Wanita Muslimah”, Syaikh Albani hal:87. [↩]
4. Hadits Bukhari no.324 dan Muslim no.431 lihat Ringkasan Shahih Muslim hal : 246. [↩]



readmore »»